Isnin, 26 November 2012

Makam Sultan Muhammad Bahauddin, Palembang Darussalam

Assalamu'alaikum,

Dah habis cerita pelik, misteri dan aneh di Bukit Siguntang, mari kita ke tempat yang lebih jelas sejarahnya. Petang Jumaat ini, selepas solat Jumaat, kawan-kawan hamba sibuk membeli-belah lagi, hamba dah beli untuk isteri dan anak-anak. Memanglah mereka tak minta apa-apa, tapi beli juga walau kecil/sedikit. Hamba dah bagitau kawan-kawan, jangan tunggu hamba, nanti hamba balik sendiri ke hotel. Hamba ambil ojet (motorsikal yang disewa bersama pemandunya), hamba mohon hantar ke Makam Sultan Mahmud Badaruddin. Hamba beritahu pemandu ojet, sila tunggu. Yang penting jangan bagi duit sewa lagi. Masuk ke dalam Kawasan Makam di sebelah masjid, hamba disambut dengan Azan Asar. Ada beberapa makam Wali Allah yang hamba ziarah di mana apabila hamba sampai, hamba mendengar azan menandakan masuk waktunya Solat Fardhu. Apakah ertinya terjadi sebegitu, hamba pun tidak tahu, moga-moga ada maksud yang baik disisi Allah Taala.

Hamba mencari Makam Sultan Mahmud Badaruddin I tetapi jumpa Makam Sultan Muhammad Bahauddin dahulu. Kawasan makam ini luas dan mempunyai banyak bangunan dan pintu. Kalau diperhatikan, dalam pemerintahan Kesultanan Melayu, mereka akan mempunyai seorang penasihat, guru murysid, yang merupakan seorang Wali Allah yang menasihati Sultan/Raja dalam pelbagai perkara. Kajilah sejarah Sultan Muhammad al-Fateh, pembuka kota Istanbul yang memiliki guru murysid/Wali Allah yang menjadi penasihatnya. Kalau para Sultan/Raja Melayu di Tanah Melayu mahu Institusi Kesultanan dihormati semula, pelajarilah dan amalkanlah Fiqh, Tauhid dan Tasawuf dari guru yang mursyid dan angkatlah guru mursyid sebagai Mursyid Diraja.

Sultan Muhammad Bahauddin  memerintah di Palembang Darussalam pada tahun 1776-1803.  Anak-anak Sultan Muhammad Bahauddin yang terkenal ada 4 orang yaitu:
  1. Raden Muhammad Hasan atau Sultan Mahmud Badaruddin II
  2. Raden Muhammad Husin atau Sultan Najamuddin II
  3. Pangeran Adikusuma, yang kemudian bergelar Pangeran Ariya Kusuma
  4. Pangeran Natakusuma, yang kemudian bergelar Pangeran Suriya Kusuma
Kalau anda baca petikan di bawah, Kesultanan Islam Palembang telah dihidupkan semula. Apa maksud dan apa ertinya, Allah Taala jua maha mengetahui. Nasihat hamba kepada semua pembaca, carilah, fahamilah dan jadilah orang-orang yang asing/terpencil....


Sabda Rasulullah SAW:

“Bermula Islam itu asing dan kelak akan kembali asing seperti semula. Maka berbahagialah orang-orang yang terpencil yang tidak banyak kawannya, iaitu orang yang melestarikan sunnahku yang sudah dirosakkan oleh manusia” (Muslim dan Tarmidzi)


Wassalam.


Al-Fatihah untuk Sultan Muhammad Bahauddin

Disamping kiri makam Sultan Muhammad Bahauddin terdapat makam Habib Muhammad bin Ali Al-Haddad yang merupakan seorang waliyullah yang alim, guru dan penasehat dari Sultan Muhammad Bahauddin dan keluarganya, serta merupakan Imam kubur dari Sultan Muhammad Bahauddin.




Makam Ratu Agung, isterinya barangkali


Banyak lagi makam di sini, kalau nak tahu kena cari dan bertanyakan pada jurukuncinya


Yang ini diluar bangunan

Kawasan ini kurang terjaga






Makam ibu dan bapa kepada Habib Noh di Singapura ada di Bumi Palembang. Hamba tak sempat nak ziarah, masa suntuk. Insya-Allah bila ada kelapangan lain kali, hamba akan ziarah bersama isteri dan anak-anak.


Banyak kisah Makam Wali Allah di Palembang, sila rujuk https://sites.google.com/site/mustaqimsajalah/extra-credit




Wang syiling semasa zaman Sultan Muhammad Bahauddin
(sumber: http://goedangdjadoel.com/2012/01/palembang-tin-pitis-coins-sultan-muhammad-bahaudin/)


sumber : http://sultanpalembang.com/sejarah/kebangkitan-sultan/

“Selayang Pandang Kebangkitan
Kesultanan Palembang Darussalam
Ancaman, Hambatan, Tantangan dan Gangguan”

Nomor : Revisi 2009

Pendahuluan

Kesultanan Palembang Darussalam merupakan salah satu kesultanan yang berada di Nusantara yang saat ini hampir dilupakan orang, dan bahkan sangat sedikit sekali dibuat dalam tulisan-tulisan Sejarah Nasional.
Untuk mengingatkan kembali keberadaan Kesultanan Palembang Darussalam di Nusantara ini, maka dibuat tulisan “Selayang Pandang Kebangkitan Kesultanan Palembang Darussalam” yang hampir dilupakan orang sebagai latar belakang perlunya dibangkitkan kembali Kesultanan Palembang Darussalam di bumi Negeri Palembang Darussalam.
Kesultanan Palembang Darussalam dimulai dari Susuhunan Abdurrahman sebagai pencetus Kesultanan Palembang Darussalam (3 Maret 1666), Ternate (1821) dan dibangkitkan kembali (3 Maret 2003) oleh Sultan Mahmud Badruddin III Prabu Diradja.
Dalam kurun waktu pemerintahan Sri Paduka Susuhunan Abdurrahman sampai dengan Sri Paduka Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin telah terjadi beberapa kali pergantian pemerintahan dan terjadi beberapa peristiwa yang tercatat dalam sejarah Kesultanan Palembang Darussalam. Peristiwa ini sering diputar-balikkan oleh orang yang memusuhi keluarga Kesultanan Palembang Darussalam.
Semenjak Sri Paduka Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin (SMB II) diasingkan dari Negeri Palembang Darussalam, telah terjadi perpecahan para zuriat / kerabat Kesultanan Palembang Darussalam. Hal tersebut sengaja dilakukan oleh Belanda atau orang yang bekerjasama dengan Belanda (kaki tangan Belanda) yang mengaku sebagai zuriat Sultan Palembang Darussalam dengan cara membuat silsilah palsu, mengadu domba, menyimpangkan sejarah, menghilangkan fakta-fakta dan data keberadaan Sultan Palembang Darussalam atau Kesultanan Palembang Darussalam.
Maka pada tahun 2003 (setelah 182 tahun), timbulah keinginan para ulama dan anak Negeri Palembang Darussalam yang berasal dari berbagai daerah serta para zuriat / kerabat Kesultanan Palembang Darussalam untuk membangkitkan kembali Kesultanan Palembang Darussalam dan melaksanakan amanah serta harapan Sultan-Sultan Palembang Darussalam yang terdahulu, yaitu menjadikan Negeri Palembang Darussalam ini adalah negeri tempat keselamatan yang diridhoi oleh Allah SWT di dunia dan di akhirat.
Hal tersebut dilakukan untuk menimbulkan, membangkitkan, menggali adat istiadat, budaya Kesultanan Palembang Darussalam dan mengukuhkan Sultan Palembang Darussalam (untuk dikukuhkan menjadi Sultan Palembang Darussalam harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain Zuriat Sultan Mahmud Badaruddin II).
Pengukuhan Sultan Palembang Darussalam dilakukan melalui musyawarah para tokoh ulama, sesepuh beserta para zuriat dari Sultan Palembang Darussalam (antara lain dari zuriat Pangeran Prabu Diratdjah Haji Abdullah bin SMB II, Pangeran Rabu Diwongso Muhammad Zen bin Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin) yang umumnya mereka belum dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan mereka telah mendapat petunjuk dari Allah SWT, dengan melalui proses menghasilkan suatu keputusan.
Pada tanggal 3 Maret 2003 bertempat di Masjid Lawang Kidul Palembang Darussalam dikukuhkanlah Raden Muhammad Sjafei Prabu Diradja bin Raden Haji Abdul Hamid Prabu Diratdjah V menjadi Sultan Palembang Darussalam dengan gelar Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja.
Diharapkan, Sultan Palembang Darussalam dapat mengangkat harkat derajat, menggali, melestarikan adat istiadat, budaya di Negeri Palembang Darussalam yang pada umumnya telah hilang / terpendam, serta meluruskan penyimpangan fakta sejarah dan mencegah perpecahan para zuriat / kerabat Kesultanan Palembang Darussalam di dalam Negeri Palembang Darussalam atau yang sudah dibuang dan tersebar di Nusantara.
Timbulnya Sultan Palembang Darussalam ini dikhawatirkan oleh beberapa orang yang merasa sebagai tokoh masyarakat atau tokoh adat, akan membuat mereka tidak dihargai/ tidak dianggap lagi (antara lain Alm. Haji Djohan Hanafiah) nantinya. Atau mungkin juga mereka sengaja membuat mafia / teror adat istiadat, budaya dan perpecahan di lingkungan kerabat, zuriat Sultan-Sultan Palembang Darussalam.
Berkembangnya mafia / teror adat istiadat atau budaya di Negeri Palembang Darussalam antara lain, dengan adanya rencana dari kelompok Alm. Haji Djohan Hanafiah untuk membuat patung Sultan Mahmud Badaruddin II di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Hal tersebut ditentang dan berhasil digagalkan oleh Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja (dihalangi karena Sultan-Sultan Palembang Darussalam tidak senang patung, apalagi beliau akan dijadikan patung).
Kegagalan ini membuat Alm. Haji Djohan Hanafiah bin Muhammad Ali Amin menjadi penasaran. Sebagai aktor intelektual, dia menciptakan dan memberi arahan yang menyimpang dari adat istiadat, antara lain membuat bermacam-macam gelar termasuk Sultan untuk menyaingi dan menghalangi kegiatan Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja/ Sultan Palembang Darussalam serta merusak, merubah dan menghancurkan adat istiadat dan budaya Negeri Palembang Darussalam.
Apabila rencana pembuatan patung Sultan Mahmud Badaruddin II berhasil dibuat di Bandara Internasional SMB II, maka rencana selanjutnya adalah pembangunan Patung Budha terbesar di Asia yang rencananya akan dibangun di Pulau Kemaro. Akan tetapi, rencana ini gagal, dimana lokasi pembangunan Patung Budha tersebut diubah menjadi bangunan Pagoda Sembilan Tingkat di Pulau Kemaro.
(Anak Negeri Palembang Darussalam, jangan terpengaruh dengan uang, emas dan permata untuk merusak adat istiadat, budaya Negeri Palembang Darussalam. Sadarlah, jangan kotori asal-usulmu).




sumber : http://ekaraja.multiply.com/journal/item/99?&item_id=99&view:replies=reverse


PALEMBANG merupakan kota tertua di Indonesia, umurnya diperkirakan sejak adanya wanua Sriwijaya pada 16 Juni 682 Masehi. Selain kerajaan Sriwijaya, di Palembang juga berdiri Kesultanan Palembang Darussalam, yang mencapai masa puncaknya bersama penyebaran ajaran Islam, di nusantara.

Sebelum berdiri Kesultanan Palembang Darussalam, telah berdiri kerajaan Palembang, dari Kiyai Gede Sedo Ing Lautan hingga Pangeran Sedo Ing Rejek. Saat itu, Palembang menjadi wilayah kekuasaan Demak, dan Mataram. Baru di masa Pangeran Ario Kesumo, Palembang memutuskan hubungan dengan Mataram.

Pangeran Ario Kesumo mendirikan Kesultanan Palembang Darussalam. Sebagai sultan pertama, dia bergelar Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Iman, yang memerintah dari tahun 1659 - 1706.

Dalam tahun 1703, beliau menobatkan seorang puteranya anak dari Ratu Agung sebagai Raja Palembang Darussalam yang kedua dengan gelar Sultan Muhammad Mansur Jayo Ing Lago (1706 - 1714).

Dalam tahun 1709 Sultan Muhammad Mansur menobatkan puteranya yang sulung, Raden Abubakar, menjadi Pangeran Ratu Purboyo. Pewaris mahkota ini tidak sempat menjadi raja karena wafat teraniaya.

Sultan Muhammad Mansur digantikan oleh adiknya (sesuai dengan wasiatnya) bernama Raden Uju yang kemudian dinobatkan menjadi Sultan Palembang Darussalam yang ketiga, bergelar Sultan Agung Komaruddin Sri Truno (1714 - 1724).

Kemudian beliau digantikan oleh kemenakannya Jayo Wikramo dengan gelar Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wirokramo, yaitu Sultan Palembang Darussalam yang keempat memerintah dari tahun 1724 - 1758.

Sultan Palembang Darussalam yang kelima adalah Pangeran Adikesumo, putera kedua dari Sultan Mahmud Badaruddin I, adik dari Raden Jailani Pangeran Ratu yang wafat kena amuk, dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin I, dan memerintah dari tahun 1758 - 1776.

Sultan Ahmad Najamuddin I digantikan putera mahkota yang setelah dinobatkan menjadi Sultan Palembang Darussalam bergelar Sultan Muhammad Bahaudin. Raja ini memerintah dari tahun 1776 - 1803. Raja yang keenam ini wafat pada hari Isnen tanggal 21 Zulhijjah tahun 1218 H. Waktu Asyar (3 April 1803).

Sultan Muhammad Bahauddin digantikan putera sulungnya, Raden Hasan Pangeran Ratu dengan gelar Sultan Mahmud Badaruddin II, sebagai Sultan Palembang Darussalam yang ke tujuh dan memerintah dari tahun 1803 - 1821.
Baru sewindu memegang tampuk pemerintahan, datanglah Inggris menyerbu Palembang (1811). Sultan Mahmud Badaruddin II hijrah kepedalaman meneruskan perang gerilya, setelah mewakilkan pemerintahan Kesultanan kepada adiknya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Mudo. Inggris mengakui sebagai raja Palembang dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin II (Susuhunan Husin Dhiauddin), memerintah dari tahun 1812 - 1813.

Pada tahun 1813, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke Palembang, memegang tampuk pemerintahan Kesultanan (1813 - 1821). Saat itu, Sultan Mahmud Badaruddin II menobatkan putera sulungnya menjadi raja dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu (1819 - 1821), kemudian Sultan Mahmud Badaruddin bergelar Susuhunan.

Setelah Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan (1821) beliau digantikan putera sulung Sultan Ahmad Najamuddin II (Susuhunan Bahauddin) bernama Raden Ahmad dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom (1821 - 1823).
Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom juga melakukan perlawanan terhadap Belanda. Dia ditangkap kemudian dibuang ke Banda, lalu ke Manado. Sampai saat ini makamnya belum ditemukan.

Lantaran seringnya para Sultan Palembang melakukan perlawanan, tahun 1825, Belanda akhirnya membubarkan Kesultanan Palembang Darussalam.

Baru hampir dua abad kemudian, zuriat dari 10 sultan yang pernah berkuasa di Palembang melakukan musyawarah adat, pada 18 November 2006. Keputusan dari musyawarah adat tersebut yakni menobatkan Ir. Raden Muhmud Badaruddin sebagai sultan Palembang dengan gelar Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin. Pada 19 November 2006, bertempat di halaman dalem Benteng Kuto Besak, Palembang, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin dinobatkan.

Jauh sebelumnya, pada September 2004, Raden Mahmud Badaruddin ditunjuk sebagai Ketua Umum Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam. Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam ini adalah sebuah organisasi yang menghimpun zuriat dari 10 sultan yang pernah berkuasa di Palembang, yang tersebar di Nusantara, dari Sabang sampai Marauke.

Dalam perkembangan selanjutanya, mengingat telah banyaknnya agenda kerja yang sudah dilakukan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam mengukuhkan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin memimpin Keraton Kesultanan Palembang Darussalam.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan