Ahad, 16 Oktober 2016

Terjemahan ucapan Syeikh Dr. Ali Jum’ah Pada Pembukaan Muktamar “Siapakah Ahlussunnah Wal Jamā’ah?”


Terjemahan ucapan Syeikh Dr. Ali Jum’ah Pada Pembukaan Muktamar “Siapakah Ahlussunnah Wal Jamā’ah?”
Chechnya 25 Ogos 2016

Para hadirin sekalian, di hadapan grand syaikh Al-Azhar, imam Ahlussunnah Wal Jamā’ah, saya berkata kepada anda semua:
Assalāmu 'Alaikum Wr. Wb.

Ahlussunnah Wal Jamā’ah (Aswaja) membezakan antara  teks wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah), penafsiran dan penerapannya, dalam upaya melakukan tahqīq manāth (memastikan kesesuain sebab hukum pada kejadian) dan takhrīj manāth (memahami sebab hukum). Metodologi inilah yang melahirkan Ahli Sunnah Wal Jamaah @ Aswaja.

Aswaja adalah majoriti umat Islam sepanjang masa dan zaman, sehingga golongan lain menyebut mereka dengan sebutan: “Al-‘Āmmah (orang-orang awam muslim) atau Al-Jumhūr”, karena lebih dari 90% umat Islam adalah penganut Aswaja.

Mereka mentransmisikan teks wahyu dengan sangat baik, mereka menafsirkannya, menjabarkan yang mujmal (global), kemudian memanifestasikannya dalam kehidupan dunia ini, sehingga mereka memakmurkan bumi dan semua yang berada di atasnya.

Aswaja adalah golongan yang menjadikan hadis Jibrīl yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahīh-nya, sebagai dalil pembahagian tonggak agama Islam menjadi tiga rangkaian utama : Iman, Islam dan Ihsān. Seterusnya membahagikan ilmu kepada tiga ilmu utama, yaitu: akidah, fikh dan tasawuf.

Setiap imam dari para imam Aswaja telah melaksanakan tugas sesuai bakat dan kemampuan yang Allah berikan. Mereka bukan hanya memahami teks wahyu semata2, tetapi mereka juga menekankan pentingnya memahami realitas kehidupan. Al-Qarāfī dalam kitab Tamyīz Al-Ahkām menjelaskan: Kita harus memahami realiti kehidupan kita. Karena jika kita mengambil hukum yang ada di dalam kitab-kitab dan serta-merta menerapkannya kepada realiti apapun, tanpa kita pastikan kesesuaian antara sebab hukum dan realiti yg berlaku maka kita telah menyesatkan manusia.

Disamping memahami teks wahyu dan memahami realiti, Aswaja juga menambahkan unsur penting ketiga, iaitu tata cara memanifestasikan atau menerapkan teks wahyu yang absolute kepada realiti kejadian yang bersifat relatif. Semua ini ditulis dengan jelas oleh mereka, dan ini juga yang dipraktikkan hingga saat ini. Segala puji hanya bagi Allah yang karena anugerah-Nya semua hal baik menjadi sempurna.

Inilah instrumen yang tidak dimiliki oleh kelompok radikal @ ekstremis agama. Mereka tidak memahami teks wahyu. Mereka meyakini bahwa semua yang terlintas di benak mereka adalah kebenaran yang wajib mereka ikuti dengan patuh. Mereka tidak memahami realiti kehidupan. Mereka juga tidak memiliki metode dalam menerapkan teks wahyu pada tataran realiti. Karena itu mereka sesat dan menyesatkan, seperti yang dijelaskan oleh imam Al-Qarāfī RHM.

Aswaja tidak mengkafirkan siapapun.  Kecuali orang yang mengakui bahwa dia telah keluar dari Islam, juga orang yang keluar dari barisan umat Islam. Aswaja tidak pernah mengkafirkan orang yang solat menghadap kiblat. Aswaja tidak pernah menggiring manusia untuk mencari kekuasaan, menumpahkan darah, dan tidak pula mengikuti nafsu syahwat yang haram.

Aswaja menerima perbezaan pendapat dan menjelaskan dalil-dalil setiap permasalahan, serta menerima kemajmukan dan keragaman dalam akidah, atau fikh, atau tasawuf:

(mengutip 3 bait dari Al-Burdah):

“Para Nabi semua meminta dari dirinya.
Secedok lautan kemuliaannya dan setitik hujan ilmunya.

Para Nabi sama berdiri di puncak mereka.
Mengharap setitik ilmu atau setitis hikmahnya.
Dialah Rasul yang sempurna batin dan lahirnya.
Terpilih sebagai kekasih Allah Pencipta manusia.”

Aswaja berada di jalan cahaya terang yang malamnya seterang siangnya, orang yang keluar dari jalan itu pasti celaka.

Aswaja menyerukan pada kebajikan dan melarang kemungkaran. Mereka juga waspada dalam menjalankan tugasan agama, mereka tidak pernah menjadikan kekerasan sebagai jalan.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Musa Al-Asy’arī, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “...hingga seseorang membunuh tetangganya, saudaranya, pakciknya dan sepupunya."

Para sahabat tercengang: “Subhānallah, apakah saat itu mereka punyai akal yang waras?” Rasulullah menjawab: “Tidak. Allah telah mencabut akal orang-orang yang hidup pada masa itu, sehingga mereka merasa benar, padahal mereka tidaklah dalam kebenaran."

Rasulullah juga bersabda: “Barangsiapa yang keluar dari barisan umatku, menikam (membunuh) orang saleh dan orang jahatnya, ia tidak peduli pada orang mukmin juga tidak menghormati orang yang melakukan perjanjian damai (ahlu dzimmah), sungguh dia bukanlah sebahagian dariku, dan saya bukanlah sebahagian dari dia."

Aswaja memahami syariat dari awalnya. Mereka memahami “Bismillāhirrahmānirrahīm” (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Allah Menyebutkan dua nama-Nya, yaitu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah tidak mengatakan: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Membalas dan Maha Kuat”. Justru Allah menyampaikan pesan keindahan dalam keindahan (melalui Ar-Rahmān dan Ar-Rahīm). Allah tidak mengenalkan diri-Nya dengan keagungan-Nya SWT.

Kami belajar “Bismillāhirrahmānirrahīm” di Al-Azhar. Para ulama Al-Azhar saat menafsirkannya menjelaskan dengan banyak ilmu. Mereka menjelaskan “Bismillāhirrahmānirrahīm” dari banyak perspektif ilmu: fikih, mantiq (logika), akidah, suluk dan balaghah. Mereka sabar duduk menjelaskannya dengan begitu lama dan panjang, hingga kita menyangka bahwa penjelasan mereka tidak ada penghujungnya.

Kemudian, setelah musibah (wujudnya keganasan atas nama agama) ini menimpa, kita baru memahami bahwa metode mengajar ulama Al-Azhar itu merupakan kebenaran.

Mereka membangun hirarki ilmu kita dengan cara yang benar: membangun pondasi piramid dari bawah, hingga sampai pada hujung mercunya yang berada di atas.

Sementara kelompok radikal membalik cara membangun piramid (ilmu mereka, ujungnya di bawah, dan pondasinya di atas) hingga piramid itu runtuh mengenai kepala mereka sendiri.

Aswaja tidak memungkiri peranan akal. Bahkan mereka mampu mensinergikan akal dan teks wahyu serta mampu hidup damai bersama golongan lain.

Aswaja tidak pernah membuat opini umum secara palsu. Mereka tidak pernah melakukan kekerasan dengan sesiapapun di alam raya ini. Aswaja membuka hati dan jiwa mereka untuk semua orang, hingga mereka berbondong-bondong memeluk Islam.

Para ulama Aswaja telah melaksanakan apa yang harus mereka lakukan pada zaman mereka. Karena itu kita juga harus melaksanakan kewajiban kita di zaman ini dengan baik. Kita wajib memahami teks wahyu, memahami realiti dan mempelajari metode penerapan teks wahyu realiti.

Aswaja memperhatikan dengan cermat 4 faktor perubahan iaitu: waktu, tempat, individu dan keadaan. Al-Qarāfī menulis kitab luar biasa yang bernama Al-Furūq untuk membangun naluri ilmiah (malakah) hingga kita mampu melihat perbezaan secara detail.

Awal yang benar akan menghantar pada akhir yang benar juga. Oleh sebab itu, barangsiapa yang mempelajari alfabet ilmu (pondasi awal ilmu) dengan salah, maka ia akan membaca dengan salah juga, lalu memahami dengan salah, kemudian menerapkan secara salah.  Sehingga ia menghalang manusia dari jalan Allah tanpa ia sedari.

Inilah yang terjadi dan faktor yang membedakan antara orang yang belajar ilmu bermanfaat (terutama Al-Azhar sebagai pemimpin lembaga-lembaga keilmuan) dan antara orang yang mengikuti hawa nafsunya. Mereka merosakkan dunia dan menjelekkan citra Islam serta kaum muslimin.

Pesan saya kepada umat Islam dan dunia luar: Ketahuilah bahwa Al-Azhar adalah pembina Aswaja. Sesungguhnya golongan yang membenci al Azhar/Aswaja telah menyebarkan kabar keji, dusta dan palsu bahwa Al-Azhar telah mengalami penetrasi dan lumpuh.

Mereka ingin menjadikan umat manusia meragukan Al-Azhar sebagai pihak autoriti yang terpercaya. Sehingga mereka tidak mahu kembali lagi kepada Al-Azhar sebagai tempat rujukan dan perlindungan.

Al-Azhar tetap berdiri dengan pertolongan Allah SWT dibawah pimpinan Syaikhul Azhar. Setiap hari Al-Azhar berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan mulianya, membuka mata seluruh dunia, menyelamatkan mereka dari musibah (radikalisme) yang menimpa.

Al-Azhar tidak disusupi dan tak akan lumpuh hingga hari2 terakhir. Ini karena Allah Yang membangunnya dan melindunginya. Allah juga yang mentakdirkan orang-orang pilihan-Nya untuk menjalankan manhaj Aswaja di Al-Azhar, meskipun orang fasik tidak menyukainya.

Doakanlah untuk kami, semoga Allah memberi kami tuntunan taufīq  agar kami mampu melakukan hal yang dicintai dan diridhoi-Nya.
Doakan agar kami mampu menyebarluaskan agama yang benar ini dengan pemahaman dan praktik yang benar juga. Semoga kami mampu menjelaskan jalan yang penuh cahaya ini kepada umat manusia sesuai dgn ajaran Rasulullah saw.

Doakan kami semoga Allah membimbing kita semua di muktamar ini dan pasca muktamar.  Semoga muktamar ini mampu menjadi awal perbaikan citra Islam di kalangan golongan  Islamophobia samada muslim maupun non-muslim.

-FP Ahbab Maulana Syekh Ali Jum'ah

#Muktamar_Chechnya

Tiada ulasan:

Catat Ulasan