http://ms.wikipedia.org/wiki/Sunan_Giri
Muhammad Ainul Yakin atau lebih dikenali sebagai 
Sunan Giri (lahir AD 
1442 di Blambangan (kini 
Banyuwangi)) dianggap salah seorang dari 
Wali Sanga dari 
Jawa di 
Indonesia. Ayahnya bernama 
Maulana Ishak. Sunan Giri juga dikenali sebagai 
Raden Paku, 
Prabu Satmata, 
Sultan Abdul Faqih, 
Raden Ainul Yaqin dan 
Jaka Samudra.
 Dia dikatakan sebagai anak kepada Dewi Sekardadu dan Maulana Ishak dari 
Melaka  (saudara Maulana Malik Ibrahim, tetapi kemudiannya diambil sebagai anak  angkat oleh Nyai Semboja). Secara tradisi dia dikatakan sebagai anak  kepada puteri 
Hindu, yang datang ke 
Balambangan  sebagai pendakwah. Puteri itu terpaksa meninggalkannya ketika krisis  dan menghanyutkannya dalam bot kecil, dari mana dia diselamatkan oleh  pelaut (cerita menyerupai kisah nabi Musa).
[sunting] Pendidikan dan sumbangan
Sebagai anak muda, Sunan Giri telah mengembara bagi belajar di sekolah 
Sunan Ampel, dan berkahwin dengan anknya 
[1], dan di mana 
Raden Patah merupakan rakan sepengajarannya.
 
Dia bercita-cita untuk berhijrah ke 
Melaka dan 
Pasai dan kemudiannya menubuhkan sekolahnya sendiri di 
Desa Sidomukti di Selatan 
Gresik di 
Jawa Timur - lokasi dari mana dia mendapat namanya ("Giri" bererti "bukit") 
[2].  Sekolah Islam yang ditubuhkannya bukan sahaja institusi keugamaan,  tetapi juga merupakan pusat pelbagai aktiviti dan pembangunan sosial.
 
Sunan Giri dikatakan keturunan dengan Muhammad SAW. Ini merupakan silsilah Sunan Giri:
Sunan Giri (Sayyid Muhammad Ainul Yaqin) bin Maulana Ishak bin  Ibrahim Akbar bin Syaikh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Khn) bin Ahmad  Jalaludin Khan bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Al-Muhajir (live in  India) bin Alawi Ammil Faqih (live in Hadhramaut) bin Muhammad Sohib  Mirbath (live in Hadhramaut) Ali Kholi' Qosam bin Alawi Ats-Tsani bin  Muhammad Sohibus Saumi'ah bin Alawi Awwal bin Ubaidullah bin Ahmad  al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Uradhi bin  Ja'afar As-Sodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal 'Abidin bin Imam  Hussain Al-Husain bin Ali bin Abu Tholib and Fatimah Az-Zahro binti  Muhammad SAW.
Jadi, Sunan Giri memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah  ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari 
Ahmad al-Muhajir, Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.
[sunting] Dakwah dan Keseniaan
Ketika kecil, Sunan Giri berguru pada 
Sunan Ampel, dan berkenalan dengan 
Sunan Bonang, yang kemudian bersama-sama pergi belajar ke tanah Arab. Setelah kembali ke 
Jawa, dia mendirikan pondok pesantren di daerah perbukitan desa Sidomukti, 
Gresik. Nama giri berasal dari 
bahasa Jawa, yang berarti gunung.
Beberapa karya seni yang sering dihubungkan dengan Sunan Giri antara lain: permainan anak tradisional jawa seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng. Kemudian juga gending Asmaradana dan Pucung, seringkali dihubungkan dengan Sunan Giri.
 http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Islam/Giri.htm
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias      Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada      1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan      dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya--seorang putri      raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut      anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi      versi Meinsma)
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung  Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi  gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga  isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren  misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat  berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren  di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit  adalah "giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai  tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan  masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan  pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka  pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri  Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu  Satmata.
  
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang  penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit,  Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan  Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas  dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi  keagamaan, se-Tanah Jawa.
     Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran      Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan      Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai  penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura,  Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk  Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari  Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya  yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul  Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti  Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri.  Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat  dengan ajaran Islam.
http://www.dongengkakrico.com/index.php?option=com_content&view=article&id=400:sunan-giri-joko-samudra&catid=58:kumpulan-kisah-wali-songo&Itemid=91
SELAMA                      40 hari, Raden Paku bertafakur di sebuah  gua. Ia bersimpuh,                      meminta petunjuk Allah SWT,  ingin mendirikan pesantren. Di                      tengah hening malam,  pesan ayahnya, Syekh Maulana Ishak,                      kembali  terngiang: ''Kelak, bila tiba masanya, dirikanlah                       pesantren di Gresik.'' Pesan yang tak terlalu sulit,                       sebetulnya. 
Tapi, ia  diminta mencari tanah yang sama persis dengan tanah                       dalam sebuah bungkusan ini. Selesai bertafakur, Raden Paku                       berangkat mengembara. Di sebuah perbukitan di Desa Sidomukti,                       Kebomas, ia kemudian mendirikan Pesantren Giri.  Sejak itu                      pula Raden Paku dikenal sebagai Sunan  Giri. Dalam bahasa                      Sansekerta, ''giri'' berarti  gunung. 
Namun, tak ada  peninggalan yang menunjukkan kebesaran                      Pesantren  Giri --yang berkembang menjadi Kerajaan Giri                       Kedaton. Tak ada juga bekas-bekas istana. Kini, di daerah                       perbukitan itu hanya terlihat situs Kedaton, sekitar satu                       kilometer dari makam Sunan Giri. Di situs itu berdiri  sebuah                      langgar berukuran 6 x 5 meter. 
Di sanalah, konon, sempat berdiri sebuah masjid,  tempat                      Sunan Giri mengajarkan agama Islam. Ada juga  bekas tempat                      wudu berupa kolam berukuran 1 x 1  meter. Tempat ini tampak                      lengang pengunjung.  ''Memang banyak orang yang tidak tahu                      situs ini,''  kata Muhammad Hasan, Sekretaris Yayasan Makam                      Sunan  Giri, kepada GATRA. 
Syahdan, Pesantren Giri terkenal ke seluruh penjuru Jawa,                       bahkan sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan                       Maluku. Menurut Babad Tanah Jawi, murid Sunan Giri                       juga bertebaran sampai ke Cina, Mesir, Arab, dan Eropa.                       Pesantren Giri merupakan pusat ajaran tauhid dan  fikih,                      karena Sunan Giri meletakkan ajaran Islam di  atas Al-Quran                      dan sunah Rasul. 
Ia tidak mau berkompromi dengan adat istiadat, yang                       dianggapnya merusak kemurnian Islam. Karena itu,  Sunan Giri                      dianggap sebagai pemimpin kaum  ''putihan'', aliran yang                      didukung Sunan Ampel dan  Sunan Drajat. Tapi, Sunan Kalijaga                      menganggap cara  berdakwah Sunan Giri kaku. Menurut Sunan                      Kalijaga,  dakwah hendaklah pula menggunakan pendekatan                       kebudayaan. 
Misalnya  dengan wayang. Paham ini mendapat sokongan dari                       Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung                       Jati. Perdebatan para wali ini sempat memuncak pada                       peresmian Masjid Demak. ''Aliran Tuban'' --Sunan Kalijaga cs--                       ingin meramaikan peresmian itu dengan wayang. Tapi,  menurut                      Sunan Giri, menonton wayang tetap haram,  karena gambar                      wayang itu berbentuk manusia. 
Akhirnya, Sunan Kalijaga mencari jalan tengah. Ia                       mengusulkan bentuk wayang diubah: menjadi tipis dan  tidak                      menyerupai manusia. Sejak itulah wayang beber  berubah                      menjadi wayang kulit. Ketika Sunan Ampel,  ''ketua'' para                      wali, wafat pada 1478, Sunan Giri  diangkat menjadi                      penggantinya. Atas usulan Sunan  Kalijaga, ia diberi gelar                      Prabu Satmata. 
Diriwayatkan, pemberian gelar itu jatuh pada 9  Maret 1487,                      yang kemudian ditetapkan sebagai hari  jadi Kabupaten Gresik.                      Di kalangan Wali nan  Sembilan, Sunan Giri juga dikenal                      sebagai ahli  politik dan ketatanegaraan. Ia pernah menyusun                       peraturan ketataprajaan dan pedoman tata cara di keraton.                       Pandangan politiknya pun dijadikan rujukan. 
Menurut Dr. H.J. De Graaf, lahirnya berbagai  kerajaan Islam,                      seperti Demak, Pajang, dan Mataram,  tidak lepas dari peranan                      Sunan Giri. Pengaruhnya,  kata sejarawan Jawa itu, melintas                      sampai ke luar  Pulau Jawa, seperti Makassar, Hitu, dan                      Ternate.  Konon, seorang raja barulah sah kerajaannya kalau                       sudah direstui Sunan Giri. 
Pengaruh Sunan Giri ini tercatat dalam naskah sejarah                       Through Account of Ambon, serta berita orang Portugis                       dan Belanda di Kepulauan Maluku. Dalam naskah tersebut,                       kedudukan Sunan Giri disamakan dengan Paus bagi umat  Katolik                      Roma, atau khalifah bagi umat Islam. Dalam  Babad Demak                      pun, peran Sunan Giri tercatat. 
Ketika Kerajaan Majapahit runtuh karena diserang  Raja                      Girindrawardhana dari Kaling Kediri, pada  1478, Sunan Giri                      dinobatkan menjadi raja peralihan.  Selama 40 hari, Sunan                      Giri memangku jabatan  tersebut. Setelah itu, ia                      menyerahkannya kepada  Raden Patah, putra Raja Majapahit,                      Brawijaya  Kertabhumi. 
Sejak  itulah, Kerajaan Demak Bintoro berdiri dan dianggap                       sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Padahal, sebenarnya,                       Sunan Giri sudah menjadi raja di Giri Kedaton sejak 1470.                       Tapi, pemerintahan Giri lebih dikenal sebagai  pemerintahan                      ulama dan pusat penyebaran Islam.  Sebagai kerajaan, juga                      tidak jelas batas  wilayahnya. 
Tampaknya,  Sunan Giri lebih memilih jejak langkah ayahnya,                       Syekh Maulana Ishak, seorang ulama dari Gujarat yang menetap                       di Pasai, kini Aceh. Ibunya Dewi Sekardadu, putri Raja Hindu                       Blambangan bernama Prabu Menak Sembuyu. Kisah Sunan  Giri                      bermula ketika Maulana Ishak tertarik  mengunjungi Jawa Timur,                      karena ingin menyebarkan  agama Islam. 
Setelah  bertemu dengan Sunan Ampel, yang masih sepupunya, ia                       disarankan berdakwah di daerah Blambangan. Ketika itu,                       masyarakat Blambangan sedang tertimpa wabah penyakit. Bahkan                       putri Raja Blambangan, Dewi Sekardadu, ikut terjangkit.                       Semua tabib tersohor tidak berhasil mengobatinya. 
Akhirnya raja mengumumkan sayembara: siapa yang  berhasil                      mengobati sang Dewi, bila laki-laki akan  dijodohkan                      dengannya, bila perempuan dijadikan  saudara angkat sang dewi.                      Tapi, tak ada seorang pun  yang sanggup memenangkan sayembara                      itu. Di tengah  keputusasaan, sang prabu mengutus Patih Bajul                       Sengara mencari pertapa sakti. 
Dalam pencarian itu, patih sempat bertemu dengan seorang                       pertapa sakti, Resi Kandayana namanya. Resi inilah yang                       memberi ''referensi'' tentang Syekh Maulana Ishak.  Rupanya,                      Maulana Ishak mau mengobati Dewi  Sekardadu, kalau Prabu                      Menak Sembuyu dan  keluarganya bersedia masuk Islam. Setelah                      Dewi  Sekardadu sembuh, syarat Maulana Ishak pun dipenuhi.                      
Seluruh keluarga raja  memeluk agama Islam. Setelah itu, Dewa                      Sekardadu  dinikahkan dengan Maulana Ishak. Sayangnya, Prabu                       Menak Sembuyu tidak sepenuh hati menjadi seorang muslim. Ia                       malah iri menyaksikan Maulana Ishak berhasil mengislamkan                       sebagian besar rakyatnya. Ia berusaha menghalangi syiar                       Islam, bahkan mengutus orang kepercayaannya untuk  membunuh                      Maulana Ishak. 
Merasa jiwanya terancam, Maulana Ishak akhirnya  meninggalkan                      Blambangan, dan kembali ke Pasai.  Sebelum berangkat, ia                      hanya berpesan kepada Dewi  Sekardadu --yang sedang                      mengandung tujuh bulan--  agar anaknya diberi nama Raden Paku.                      Setelah bayi  laki-laki itu lahir, Prabu Menak Sembuyu                       melampiaskan kebenciannya kepada anak Maulana Ishak dengan                       membuangnya ke laut dalam sebuah peti. 
Alkisah, peti tersebut ditemukan oleh awak kapal  dagang dari                      Gresik, yang sedang menuju Pulau Bali.  Bayi itu lalu                      diserahkan kepada Nyai Ageng Pinatih,  pemilik kapal tersebut.                      Sejak itu, bayi laki-laki  yang kemudian dinamai Joko Samudro                      itu diasuh dan  dibesarkannya. Menginjak usia tujuh tahun,                      Joko  Samudro dititipkan di padepokan Sunan Ampel, untuk                       belajar agama Islam. 
Karena kecerdasannya, anak itu diberi gelar ''Maulana `Ainul                       Yaqin''. Setelah bertahun-tahun belajar, Joko Samudro dan                       putranya, Raden Maulana Makhdum Ibrahim, diutus Sunan  Ampel                      untuk menimba ilmu di Mekkah. Tapi, mereka  harus singgah                      dulu di Pasai, untuk menemui Syekh  Maulana Ishak. 
Rupanya, Sunan Ampel ingin mempertemukan Raden Paku dengan                       ayah kandungnya. Setelah belajar selama tujuh tahun di Pasai,                       mereka kembali ke Jawa. Pada saat itulah Maulana  Ishak                      membekali Raden Paku dengan segenggam tanah,  lalu memintanya                      mendirikan pesantren di sebuah  tempat yang warna dan bau                      tanahnya sama dengan yang  diberikannya. 
Kini,  jejak bangunan Pesantren Giri hampir tiada. Tapi,                       jejak dakwah Sunan Giri masih membekas. Keteguhannya                       memurnikan agama Islam juga diikuti para penerusnya. Sunan                       Giri wafat pada 1506 Masehi, dalam usia 63 tahun. Ia                       dimakamkan di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten  Gresik,                      Jawa Timur. 
http://suara-santri.tripod.com/files/profil/profil2.htm
MENITI PENINGGALAN KANJENG SUNAN GIRI      DI GRESIK
Kemasyhuran Kanjeng Sunan Giri sebagai mubaligh      di dalam menyiarkan agama Islam terkenal mulai dari rakyat biasa sampai menelusup      ke pintu-pintu istana kerajaan Majapahit. Keberhasilan beliau di dalam mendirikan      pesantren atau perguruan di Giri Gresik, sampai berdatanglah para murid dari      Sulawesi, Kalimantan, Madura, Kangean, Nusa Tenggara, Halmahera, Nusa Tenggara      dan pulan-pulau yang lain. Kalangan orang-orang atasan, sampai-sampai beliau      mendapat tuduhan sebagai seorang feodal dan berkompromi dengan para petinggi      kerajaan Majapahit, adalah karena usaha beliau untuk mendekati pihak kerajaan      Majapahit agar strategi untuk mengembangkan agama Islam di Jawa berhasil.      Kewibawaan beliau sangat dihormati di kalangan para wali, karena ilmu dan      kepribadian yang beliau miliki. Keputusan musyawarah para wali beliau diangkat      sebagai MUFTI, dan Pemimpin Agama Islam seluruh Jawa, maka pengaruh beliau      sangat besar terhadap jalannya Da’wah saat itu. 
Gresik yang pada jaman dahulu dinamakan KOTA TANDES oleh masyarakat setempat,      hal ini bisa dibaca pada ukiran sebuah batu berbentuk lingga yang terletak      di depan Makam Tumenggung Poesponegoro adalah Bupati Gresik yang pertama kali.      Gresik adalah bumi Allah yang diwangsitkan dari hamba Allah yaitu Syeikh Maulana      Ishak kepada putranya yakni Joko Samodra hasil perkawinan dengan Dewi Sekardadu      putri Prabu Menak Sembuyu adalah penguasa negeri Blambangan pada waktu itu.
Bayi kecil yang konon menurut cerita akan dibunuh oleh sang nenek yang dan      lantas urung niatnya akhirnya sang nenek menitahkan agar anak laki-laki (Joko)      Dewi Sekardadu itu dimasukkan ke dalam peti dan kemudian dilarungkan ke laut      lepas (Samudra). Alangkah sedihnya hati serta lemah lunglilah segala sendi      tulang Ibunda Dewi Sekardadu dan suatu malan di Selat Bali perahu dagang dari      Gresik oleng, berputar-putar terus di tengah laut, tidak mau maju maupun mundur      kejadian ini tampaknya oleh awak perahu sadar tidak sadar di sekitar perahu      terlihat sebuah peti terapung-apung, diambilah peti itu dan dibuka mereka      terperanjat karena di dalamnya terbaring seorang bayi laki-laki sedang menangis.      Awak perahu urung melanjutkan perjalanannya dan kembali ke kota Gresik dan      bayi yang ditemukan diserahkan ke juragannya yaitu Nyai Gede Pinatih dan si-jabang      bayi diberi nama JOKO SAMUDRA oleh ibu angkatnya.
Dalam perjalanan hidup remaja Joko Samudra belajar mengaji atau belajar agama      Islam ke Ampel, Surabaya. Pesantren Ampel di bawah asuhan Sunan Ampel atau      Raden Rakhmat yakni saudara sepupu ayahnya sendiri. Setiap hari Joko Samudra      pulang balik dari Gresik ke Ampel Surabaya pergi mengaji sampai memahami betul      pelajaran agama Islam seperti ilmu Fiqih, ilmu Tauhid, Alqur’an dan      sebagainya. Atas pesan dari ayah Joko Samudra Sunan Ampel memberi nama RADEN      PAKU.
Dalam usia dewasa Raden Paku bersama sahabatnya yaitu putra dari Sunan Ampel      yang bernama Raden Maulana Makhdum Ibrahim yang kemudian termasyhur dengan      sebutan SUNAN BONANG bertemu Syeikh Maulana Ishak yakni ayah kandung dari      Raden Paku sendiri. Selama tiga tahun pertemuan dengan orang tua Raden Paku      banyak mendapatkan pembelajaran berbagai ilmu agama Islam baik dari Syeikh      Maulana Ishak atau guru-guru lainnya di Pasai, terutama Ilmu Tauhid dan Tashawwuf,      Raden Paku sangat mendalaminya. Atas semua yang dimiliki Raden Paku yakni      baik ilmu agama atau kepribadian yang bersinar, oleh salah seorang gurunya      memberikan nama “MAULANA ‘AINUL YAQIN”. 
Joko Samudra atau Raden Paku atau Maulana Ainul Yaqin dalam proses pendirian      pesantren sebelumnya menerima wangsit dari ayahnya sewaktu ia masih belajar      di Pasai dahulu setelah diberi bekal segumpal tanah. Segumpal tanah itu adalah      sebagai alat untuk mendari tempat bila Raden Paku akan mendirikan pesantren.      Maka Raden Paku pergi mengembara mencari daerah atau tempat yang sesuai untuk      mendirikan pesantren. Melalui desa yang bernama Margonoto, termasuk daerah      Gresik, sampailah Raden Paku ke tempat yang agak tinggi atau sebuah bukit.      Di situ Raden Paku merasa sejuk dan damai hatinya. Kemudian ia mencocokkan      tanah yang dibawanya dengan tanah di tempat tersebut, ternyata sesuai benar      dengan segenggam tanah yang diberikan oleh ayahnya dahulu. 
Desa itu namanya      SIDOMUKTI dan di situlah kemudian Raden Paku mendirikan pesantrennya. Karena      tempat itu merupakan tanah yang tinggi atau gunung, maka tempat itu dinamakan      GIRI dalam bahasa Sansekerta mempunyai arti Gunung. Di Giri inilah Raden Paku      mendirikan pesantren dengan kemasyhurannya beliau terkenal dengan sebutan      SUNAN GIRI. Kemudian tempat itu menjadi sebuah keraton atau kerajaan yang      dikenal dengan nama GIRI KEDATON. Dahulunya tempat ini jarang ditempati manusia      kemudian menjadi sangat ramai sekali, menjadi subur, dan makmur, sehingga      Giri menjadi tempat yang disenangi banyak orang.
Peninggalan Kanjeng Sunan Giri diantaranya; menurut keterangan Juru Kunci      Mbah H. Abdul Jalil 73 tahun, yang sejak 1961 mulai bertugas menjaga dan melestarikan      peninggalan hasil dari peradaban dan kebudayaan manusia jaman dahulu yang      sangat tingi nilainya yakni:
-  Masjid Jami’ Ainul Yaqin lokasi        di Sidomukti
 
-  Pulo Pancikan (petilasan pijakan) Kanjeng        Sunan Giri lokasi Kecamatan Gresik
 
-  Petilasan tempat Kanjeng Sunan Giri memberikan        brifing kepada aparat pemerintah lokasi Kelurahan Sidomukti
 
-  Kolam Wudlu keluarga Kanjeng Sunan Giri        lokasi Kelurahan Sidomukti
 
-  Petilasan Kolam Wudlu Masjid Giri Kedaton        lokasi Kelurahan Sidomukti
 
-  Petilasan Paseban (Majelis Sidang) Pemerintahan        Kanjeng Sunan Giri lokasi Kelurahan Sidomukti
 
-  Telogo Pegat lokasi Kelurahan Sidomukti
 
-  Batu Giwang Petilasan tempat Sholat Kanjeng        Sunan Giri
 
-  Trap Undak-undakan menuju pondok pesantren        lokasi Kelurahan Sidomukti
 
-  Telogo Pati lokasi di desa Klangonan
 
-  Petilasan Pertapaan Kanjeng Sunan Giri        (Gunung Batang) lokasi Kelurahan Gulomantung
 
-  Telogo Sumber lokasi di desa Kembangan
 
-  Makam Kanjeng Sunan Giri beserta sanak        keluarga dan pengikutnya.
 
 Hal di atas adalah merupakan aset pemerintah      daerah Gresik yang dikembangkan sebagai area wisata yang mempunyai nilai-nilai      relegius dan dapat dijadikan tempat melepas kepenatan dari kesibukan sehari-hari      sembari mempertebal keimanan. Problematikahnya saat ini di sekitarnya nisan-nisan      peninggalan keluarga Kanjeng Sunan Giri telah berdiri warung-warung dan kedai      menurut tutur mereka ini merupakan ikhtiar setelah dihimpit krisis ekonomi,      bagaimana pembenarannya mari kita renungkan bersama