*Ulama Ahlussunnah Dari Salaf Dan Khalaf Yang Mentakwil استوى Istawâ dalam Surat Toha ayat 5 Dengan Istawlâ استولى dan Qahara قهر (Menguasai), dan bukan dengan جلس (Duduk) kerana sifat duduk tidak layak bagi Allah*
1. Imam Abu Abdul Rahman Abdullah ibn Yahya ibn al-Mubarak (w 237 H), salah seorang ulama terkemuka dalam berbagai bidang ilmu termasuk dalam ilmu nahwu dan ilmu bahasa. Dalam karyanya berjudul Gharîb al-Qur’ân Wa Tafsîruh dalam menafsirkan firman Allah QS. Thaha: 5 menuliskan Istawâ artinya Istawlâ .
2. Imam Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ath-Thabari (w 310 H) dalam kitab tafsir-nya; Jami’ al-Bayan mengatakan bahwa makta Istawâ mengandung beberapa makna, di antaranyanya dalam makna ketinggian kekuasan (uluww mulk wa sulthan) .
3. Imam al-Lughawiy Abu Ishaq Ibhrahim ibn as-Sariyy az-Zajjaj (w 311 H) dalam kitab karyanya Ma’ânî al-Qur’ân Wa I’râbuh. Ahli bahasa terkemuka ini oleh adz-Dzahabi disebut sebagai “Nahwiyy Zamânih”, artinya: Seorang ahli nahwu terdepan di masanya . Dalam karyanya tersebut az-Zajjaj memaknai Istawâ dengan Istawlâ .
4. Imam al-Mutakallim Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad al-Maturidi al-Hanafi (w 333 H) dalam kitab karyanya berjudul Kitâb Ta’wîlât Ahl as-Sunnah .
5. Imam al-Lughawiy Abu al-Qasim Abdul Rahman ibn Ishaq az-Zajjaji (w 340 H) dalam kitab karyanya Isytiqâq Asmâ’ Allâh. Adz-Dzahabi berkata: “Dia adalah tuan guru bahasa Arab (Syaikh al-‘Arabiyyah), murid dari ahli bahasa Abu Ishaq Ibrahim ibn as-Sariyy az-Zajjaj, dan nama az-Zajjaji adalah nisbat kepada nama gurunya tersebut”. Dalam kitab Isytiqâq Asmâ’ Allâh, az-Zajjaji menuliskan bahwa nama Allah al-‘Alyy dan al-‘Âli adalah dalam pengertian yang maha menguasai dan maha menundukan atas segala sesuatu .
6. asy-Syaikh Abu Bakar Ahmad ar-Razi al-Jash-shash al-Hanafi (w 370 H) dalam kitab Ahkâm al-Qur’ân .
7. Imam al-Mufassir Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad al-Mawardi (w 450 H) dalam kitab an-Nukat Wa al-‘Uyûn Tafsîr al-Mâwardi .
8. Imam al-Hâfizh Abu Bakar ibn al-Husain ibn Ali al-Bayhaqi (w 458 H) dalam kitab karyanya al-Asmâ’ Wa ash-Shifât .
9. Imam al-Mufassir Abu al-Hasan Ali ibn Ahmad al-Wahidi (w 468 H) dalam kitab tafsirnya berjudul al-Wajîz Fî Tafsîr al-Qur’ân al-Azîz .
10. Imam al-Mutakallim Abd al-Malik al-Juwaini yang dikenal dengan sebutan Imam al-Haramain (w 478 H) dalam kitab karyanya al-Irsyâd .
11. Imam Abdul Rahman ibn Muhammad asy-Syafi’i yang dikenal dengan nama al-Mutawalli (w 478 H) dalam kitab karyanya al-Ghunyah .
12. Imam al-Lughawiy al-Mufassir Abu al-Qasim ibn Muhammad yang dikenal dengan sebutan ar-Raghib al-Ashbahani (502 H) dalam kitab karyanya Mufradât Gharîb al-Qur’ân .
13. Imam ash-Shûfiy al-Mutakallim Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (w 505 H) dalam kitab karyanya yang sangat penomenal Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn .
14. Imam al-Mutakallim Abu al-Mu’ain Maimun ibn Muhammad an-Nasafi al-Hanafi (w 508 H) dalam kitab karyanya Tabshirah al-Adillah .
15. Imam al-Mutakallim Abu Nashr Abd ar-Rahim ibn Abd al-Karim ibn Hawazan al-Qusyairi (w 514 H) dalam risalah karyanya berjudul at-Tadzkirah asy-Syarqiyyah. Risalah Abu Nashr al-Qusyairi ini dikutip oleh Imam al-Hâfizh Muhammad Murtadla az-Zabidi dalam kitab karyanya Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn .
16. al-Qâdlî asy-Syaikh Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad al-Maliki (w 520 H), yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Rusyd al-Jadd (kakek dari Ibn Rusyd penulis Bidâyah al-Mujtahid Wa Nihâyah al-Muqtashid), sebagaimana dikutip sekaligus disetujui oleh Ibn al-Hajj al-Maliki dalam kitab karyanya berjudul al-Madkhal .
17. Imam al-Mufassir al-Mutakallim Fakhruddin Muhammad ar-Razi asy-Syafi’i (w 606 H) dalam kitab tafsir karyanya berjudul at-Tasfîr al-Kabîr Wa Mafâtih al-Ghayb .
18. Imam al-Mutakllim Saifuddin al-Amidi (w 631 H) dalam kitab karyanya berjudul Abkâr al-Afkâr .
19. Sulthân al-Ulamâ’ Imam Abu Muhammad Izzuddin Abd al-Aziz ibn Abd as-Salam asy-Syafi’i (w 660 H) dalam kitab al-Isyârah Ilâ al-Îjâz Fî Ba’dl Anwâ’ al-Majâz .
20. Imam al-Mufassir al-Qâdlî Abu Sa’id Abdullah ibn Umar ibn Muhammad Nashiruddin al-Baidlawi (w 691 H) dalam kitab Tafsir al-Qur’an yang dikenal dengan Anwâr at-Tanzîl .
21. Imam al-Mufassir Abu al-Barakat Abdullah ibn Ahmad an-Nasafi (w 701 H) dalam kitab tafsirnya berjudul Madarik at-Tanzil Wa Haqa’iq at-Ta’wil .
22. Imam al-Lughawiy Abu al-Fadl Jamaluddin Muhammad ibn Mukarram ibn Manzhur al-Maishri (w 711 H) dalam kitab karyanya Lisan al-‘Arab .
23. Imam al-Muhaddits al-Faqîh Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi (w 725 H) dalam kitab karyanya Najm al-Muhtadî Wa Rajm al-Mu’tadî sebagaimana dikutip oleh al-Muhaddits Muhammad Zahid al-Kautsari dalam ta’liq beliau atas kitab al-Asmâ’ Wa ash-Shifât karya Imam al-Hâfizh al-Bayhaqi .
24. Imam al-Qâdlî Muhammad ibn Ibrahim asy-Syafi’i yang dikenal dengan Badruddin ibn Jama’ah asy-Syafi’i (w 727 H) dalam kitab karyanya Idlâh ad-Dalîl Fî Qath’i Hujaj Ahl at-Ta’thîl .
25. Imam Ahmad ibn Yahya ibn Isma’il ibn Jahbal al-Halabi asy-Syafi’i (w 733 H) dalam risalah Nafy al-Jihah ‘An Allâh. Sebuah risalah yang beliau tulis dalam penjelasan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah sebagai bantahan atas Ibn Taimiyah. Risalah ini dikutip oleh Tajuddin as-Subki dalam ath-Thabaqât asy-Syâfi’iyyah al-Kubrâ .
26. al-Faqîh Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Abd al-Mu’min asy-Syafi’i yang dikenal dengan Ibn al-Labban (w 749 H) dalam karyanya berjudul Izâlah asy-Syubuhât .
27. al-Qâdlî Abdurrahman ibn Ahmad al-Iji (w 756 H) dalam kitab al-Mawâqif .
28. Imam al-Hâfizh al-Mujtahid Taqiyyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H) dalam kitab karyanya sebagai bantahan atas Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, berjudul as-Sayf ash-Shaqîl Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Zafîl .
29. Imam al-Lughawi al-Mufassir Ahmad ibn Yusuf asy-Syafi’i yang dikenal dengan as-Samin al-Halabi (w 756 H) dalam kitabnya berjudul ‘Umdah al-Huffâzh .
30. Imam Mahmud ibn Ahmad al-Qunawi al-Hanafi yang dikenal dengan sebutan Ibn as-Siraj (w 770 H) dalam kitab karyanya berjudul al-Qalâ-id Fî Syarh al-‘Aqâ-id .
31. Imam al-Lughawiy Majduddin Muhammad ibn Ya’qub al-Fairuz Abadi (w 817 H) dalam kitabnya Bashâ-ir Dzawî at-Tamyîz .
32. Imam Taqiyyuddin al-Hushni (w 829 H) dalam kitab karyanya sebagai bantahan atas Ibn Taimiyah dan para pengikutnya, berjudul Daf’u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad Wa Nasaba Dzâlika Ilâ Imam Ahmad .
33. Imam al-Faqîh al-Ushûliy Kamaluddin Muhammad ibn Abd al-Wahid al-Hanafi al-Hanafi yang dikenal dengan nama Ibn al-Humam (w 861 H) dalam kitab al-Musâyarah .
34. Imam Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiji (w 879 H), salah seorang guru dari al-Hâfizh as-Suyuthi, dalam kitab karyanya berjudul at-Taisîr Fî Qawâ-id ‘Ilm at-Tafsîr .
35. Imam al-Hâfizh Jalaluddin as-Suyuthi (w 911 H) dalam kitab karyanya berjudul al-Kanz al-Madfûn Wa al-Fulk al-Masyhûn. Beliau mengatakan bahwa penyebutan arsy secara khusus karena ia adalah makhluk Allah yang paling besar bentuknya. Dengan demikian bila yang paling besar berada di bawah kekuasaan Allah maka secara otomatis yang lebih kecil dari pada arsy juga berada di bawah kekuasaan-Nya .
36. asy-Syaikh Syihabuddin Ahmad ibn Muhammad al-Qasthallani asy-Syafi’i (w 923 H) dalam kitab Irsyâd as-Sârî Bi Syarh Shahîh al-Bukhâri .
37. asy-Syaikh Zakariyya ibn Muhammad al-Anshari al-Mishri asy-Syafi’i (w 926 H) sebagaimana ia sebutkan dalam kitabnya berjudul Ghâyah al-Wushûl Syrah Lubb al-Wushûl .
38. Imam al-Mufassir Muhammad ibn Musthafa al-Hanafi yang dikenal dengan sebutan Syaikh Zadah (w 951 H) dalam kitab hâsyiah atas Tafsîr al-Baidlâwi .
39. asy-Syaikh Yusuf ibn Abdillah al-Armayuni asy-Syafi’i (w 958 H) dalam karyanya berjudul al-Qawl al-Mu’tamad .
40. al-Mufassir al-Qâdlî asy-Syaikh Abu as-Su’ud Muhammad ibn Muhammad al-Imadi al-Hanafi (w 982 H) dalam kitab tafsirnya, Irsyâd al-‘Aql as-Salîm .
41. al-Mufassir asy-Syaikh Sulaiman ibn Umar asy-Syafi’i yang lebih dikenal dengan sebutan al-Jamal (w 1204 H) dalam kitab tafsirnya berjudul al-Futûhât al-Ilâhiyyah, yang dikenal dengan sebutan Tafsir al-Jamal. Kitab tafsir hâsyiyah atas tafsir al-Jalalain .
42. Imam al-Hâfizh al-Lughawiy Muhammad Murtadla az-Zabidi al-Hanafi (w 1205 H) dalam kitab karyanya Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihyâ’ Ulûmiddîn .
43. asy-Syaikh Muhammad ath-Thayyib ibn Abd al-Majid yang lebih dikenal dengan nama Ibn Kairan al-Maliki (w 1227 H) dalam karyanya berjudul al-Mursyid al-Mu’în ‘Alâ adl-Dlaruriyy Min ‘Ilm ad-Dîn .
44. asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad ibn Darwisy al-Hut al-Bairuti (w 1276 H) dalam ad-Durrah al-Bahiyyah Fi Tauhîd Rabb al-Bariyyah .
45. asy-Syaikh Mahfuzh at-Tarmasi (w 1285 H), salah seorang ulama Indonesia terkemuka berasal dari Termas Jawa Timur dalam kitab karyanya Mawhibah Dzî al-Fadll .
46. asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (w 1315 H), salah seorang ulama Indonesia yang sangat mendunia dalam ilmu-ilmu Islam hingga memiliki gelar Sayyid ‘Ulamâ’ al-Hijâz, dalam kitab tafsir karyanya berjuduh Marah Labid atau lebih dikenal dengan sebutan at-Tafsîr al-Munîr .
47. al-Muhaddits Muhammad Zahid al-Kautsari (w 1371 H) dalam banyak tulisan ta’liqât-nya, salah satunya dalam ta’liq beliau terhadap kitab al-Asmâ’ Wa ash-Shifât karya al-Hâfizh al-Bayhaqi . Juga dalam salah satu karyanya berjudul Takmilah ar-Radd ‘Alâ Nuniyyah Ibn al-Qayyim, kitab perluasan atas karya Al-Hâfizh Taqiyyuddin as-Subki yang berjudul as-Sayf ash-Shaqîl Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Zafîl, sebagai bantahan atas kesesatan Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah .
48. Syaikh al-Azhar al-Ustâdz asy-Syaikh Salim al-Bisyri dalam banyak fatwa-fatwa, sebagaimana banyak dikutip oleh asy-Syaikh Salamah al-Uzami (w 1376 H) dalam kitabnya Furqân al-Qur’ân Fî Tamyîz al-Khâliq Min al-Akwân .
49. asy-Syaikh Abd al-Majid asy-Syarnubi al-Mishri al-Azhari al-Maliki dalam syarah-nya atas kitab Tâiyyah as-Sulûk Ilâ Ta’iyyah al-Mulûk .
50. asy-Syaikh Ibrahim ibn Muhammad al-Baijuri dalam kitab karyanya berjudul Tuhfah al-Murîd Syarh Jawharah at-Tauhîd. Kitab penjelasan terhadap Jawharah at-Tauhîd karya asy-Syaikh Ibrahim al-Laqani .
51. asy-Syaikh Muhammad Abd al-Azhim az-Zurqani (w 1367 H), salah seorang dosen terkemuka dalam ‘Ulûm al-Qur’ân Wa al-Hadits pada kuliah Ushuluddin al-Azhar Mesir, dalam kitab karyanya berjudul Manâhil al-‘Irfân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Kitab tentang ‘Ulûm al-Qur’ân yang diterbitkan dengan rekomendasi majelis ulama al-Azhar .
52. asy-Syaikh Abd al-Karim Muhammad, salah seorang ulama besar di masjid Jami’ al-Ahmadi dan pengajar di sekolah al-Hadlrah al-Kailaniyyah di Baghdad dalam kitab karyanya berjudul al-Wasîlah Fî Syarh al-Fadlîlah. Kitab penjelasan atas kitab al-Fadlilah karya asy-Syaikh Abdul Rahman al-Kurdi .
53. asy-Syaikh Husain Abd ar-Rahim Makki dalam Mudzakkirât at-Tauhîd. Kitab tauhid yang direkomendasi oleh al-Azhar Mesir .
54. asy-Syaikh Salamah al-Qudla’i al-‘Uzami (w 1376 H) dalam karyanya berjudul al-Barâhîn as-Sâthi’ah .
55. asy-Syaikh Thahir ibn Muhammad al-Jaza’iri ad-Damasyqi (w 1338 H) dalam risalah tauhidnya berjudul al-Jawâhir al-Kalâmiyyah .
56. al-Muhaddits al-Lughawiy Imam Abu Abdul Rahman Abdullah ibn Muhammad ibn Yusuf al-Harari yang dikenal dengan sebutan al-Habasyi dalam banyak karyanya, seperti al-Maqâlât as-Sunniyyah Fî Kasyf Dlalâlât Ahmad Ibn Taimiyah, Sharih al-Bayân Fî ar-Radd ‘Alâ Man Khâlaf al-Qur’ân, dan Izh-hâr al-‘Aqîdah as-Sunniyyah Bi Syarh al-‘Aqîdah ath-Thahâwiyyah. Dalam karyanya yang terakhir disebutkan, beliau menuliskan sebagai berikut: “Dengan demikian dapat pahami bahwa makna al-Istiwâ’ adalah al-Qahr dan al-Istîlâ’. Karena makna ini adalah makna yang paling bagus dan paling mulia dari makna-makna al-Istiwâ’, dan makna yang sesuai bagi keagungan Allah .
1. Imam Abu Abdul Rahman Abdullah ibn Yahya ibn al-Mubarak (w 237 H), salah seorang ulama terkemuka dalam berbagai bidang ilmu termasuk dalam ilmu nahwu dan ilmu bahasa. Dalam karyanya berjudul Gharîb al-Qur’ân Wa Tafsîruh dalam menafsirkan firman Allah QS. Thaha: 5 menuliskan Istawâ artinya Istawlâ .
2. Imam Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ath-Thabari (w 310 H) dalam kitab tafsir-nya; Jami’ al-Bayan mengatakan bahwa makta Istawâ mengandung beberapa makna, di antaranyanya dalam makna ketinggian kekuasan (uluww mulk wa sulthan) .
3. Imam al-Lughawiy Abu Ishaq Ibhrahim ibn as-Sariyy az-Zajjaj (w 311 H) dalam kitab karyanya Ma’ânî al-Qur’ân Wa I’râbuh. Ahli bahasa terkemuka ini oleh adz-Dzahabi disebut sebagai “Nahwiyy Zamânih”, artinya: Seorang ahli nahwu terdepan di masanya . Dalam karyanya tersebut az-Zajjaj memaknai Istawâ dengan Istawlâ .
4. Imam al-Mutakallim Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad al-Maturidi al-Hanafi (w 333 H) dalam kitab karyanya berjudul Kitâb Ta’wîlât Ahl as-Sunnah .
5. Imam al-Lughawiy Abu al-Qasim Abdul Rahman ibn Ishaq az-Zajjaji (w 340 H) dalam kitab karyanya Isytiqâq Asmâ’ Allâh. Adz-Dzahabi berkata: “Dia adalah tuan guru bahasa Arab (Syaikh al-‘Arabiyyah), murid dari ahli bahasa Abu Ishaq Ibrahim ibn as-Sariyy az-Zajjaj, dan nama az-Zajjaji adalah nisbat kepada nama gurunya tersebut”. Dalam kitab Isytiqâq Asmâ’ Allâh, az-Zajjaji menuliskan bahwa nama Allah al-‘Alyy dan al-‘Âli adalah dalam pengertian yang maha menguasai dan maha menundukan atas segala sesuatu .
6. asy-Syaikh Abu Bakar Ahmad ar-Razi al-Jash-shash al-Hanafi (w 370 H) dalam kitab Ahkâm al-Qur’ân .
7. Imam al-Mufassir Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad al-Mawardi (w 450 H) dalam kitab an-Nukat Wa al-‘Uyûn Tafsîr al-Mâwardi .
8. Imam al-Hâfizh Abu Bakar ibn al-Husain ibn Ali al-Bayhaqi (w 458 H) dalam kitab karyanya al-Asmâ’ Wa ash-Shifât .
9. Imam al-Mufassir Abu al-Hasan Ali ibn Ahmad al-Wahidi (w 468 H) dalam kitab tafsirnya berjudul al-Wajîz Fî Tafsîr al-Qur’ân al-Azîz .
10. Imam al-Mutakallim Abd al-Malik al-Juwaini yang dikenal dengan sebutan Imam al-Haramain (w 478 H) dalam kitab karyanya al-Irsyâd .
11. Imam Abdul Rahman ibn Muhammad asy-Syafi’i yang dikenal dengan nama al-Mutawalli (w 478 H) dalam kitab karyanya al-Ghunyah .
12. Imam al-Lughawiy al-Mufassir Abu al-Qasim ibn Muhammad yang dikenal dengan sebutan ar-Raghib al-Ashbahani (502 H) dalam kitab karyanya Mufradât Gharîb al-Qur’ân .
13. Imam ash-Shûfiy al-Mutakallim Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (w 505 H) dalam kitab karyanya yang sangat penomenal Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn .
14. Imam al-Mutakallim Abu al-Mu’ain Maimun ibn Muhammad an-Nasafi al-Hanafi (w 508 H) dalam kitab karyanya Tabshirah al-Adillah .
15. Imam al-Mutakallim Abu Nashr Abd ar-Rahim ibn Abd al-Karim ibn Hawazan al-Qusyairi (w 514 H) dalam risalah karyanya berjudul at-Tadzkirah asy-Syarqiyyah. Risalah Abu Nashr al-Qusyairi ini dikutip oleh Imam al-Hâfizh Muhammad Murtadla az-Zabidi dalam kitab karyanya Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn .
16. al-Qâdlî asy-Syaikh Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad al-Maliki (w 520 H), yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Rusyd al-Jadd (kakek dari Ibn Rusyd penulis Bidâyah al-Mujtahid Wa Nihâyah al-Muqtashid), sebagaimana dikutip sekaligus disetujui oleh Ibn al-Hajj al-Maliki dalam kitab karyanya berjudul al-Madkhal .
17. Imam al-Mufassir al-Mutakallim Fakhruddin Muhammad ar-Razi asy-Syafi’i (w 606 H) dalam kitab tafsir karyanya berjudul at-Tasfîr al-Kabîr Wa Mafâtih al-Ghayb .
18. Imam al-Mutakllim Saifuddin al-Amidi (w 631 H) dalam kitab karyanya berjudul Abkâr al-Afkâr .
19. Sulthân al-Ulamâ’ Imam Abu Muhammad Izzuddin Abd al-Aziz ibn Abd as-Salam asy-Syafi’i (w 660 H) dalam kitab al-Isyârah Ilâ al-Îjâz Fî Ba’dl Anwâ’ al-Majâz .
20. Imam al-Mufassir al-Qâdlî Abu Sa’id Abdullah ibn Umar ibn Muhammad Nashiruddin al-Baidlawi (w 691 H) dalam kitab Tafsir al-Qur’an yang dikenal dengan Anwâr at-Tanzîl .
21. Imam al-Mufassir Abu al-Barakat Abdullah ibn Ahmad an-Nasafi (w 701 H) dalam kitab tafsirnya berjudul Madarik at-Tanzil Wa Haqa’iq at-Ta’wil .
22. Imam al-Lughawiy Abu al-Fadl Jamaluddin Muhammad ibn Mukarram ibn Manzhur al-Maishri (w 711 H) dalam kitab karyanya Lisan al-‘Arab .
23. Imam al-Muhaddits al-Faqîh Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi (w 725 H) dalam kitab karyanya Najm al-Muhtadî Wa Rajm al-Mu’tadî sebagaimana dikutip oleh al-Muhaddits Muhammad Zahid al-Kautsari dalam ta’liq beliau atas kitab al-Asmâ’ Wa ash-Shifât karya Imam al-Hâfizh al-Bayhaqi .
24. Imam al-Qâdlî Muhammad ibn Ibrahim asy-Syafi’i yang dikenal dengan Badruddin ibn Jama’ah asy-Syafi’i (w 727 H) dalam kitab karyanya Idlâh ad-Dalîl Fî Qath’i Hujaj Ahl at-Ta’thîl .
25. Imam Ahmad ibn Yahya ibn Isma’il ibn Jahbal al-Halabi asy-Syafi’i (w 733 H) dalam risalah Nafy al-Jihah ‘An Allâh. Sebuah risalah yang beliau tulis dalam penjelasan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah sebagai bantahan atas Ibn Taimiyah. Risalah ini dikutip oleh Tajuddin as-Subki dalam ath-Thabaqât asy-Syâfi’iyyah al-Kubrâ .
26. al-Faqîh Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Abd al-Mu’min asy-Syafi’i yang dikenal dengan Ibn al-Labban (w 749 H) dalam karyanya berjudul Izâlah asy-Syubuhât .
27. al-Qâdlî Abdurrahman ibn Ahmad al-Iji (w 756 H) dalam kitab al-Mawâqif .
28. Imam al-Hâfizh al-Mujtahid Taqiyyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H) dalam kitab karyanya sebagai bantahan atas Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, berjudul as-Sayf ash-Shaqîl Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Zafîl .
29. Imam al-Lughawi al-Mufassir Ahmad ibn Yusuf asy-Syafi’i yang dikenal dengan as-Samin al-Halabi (w 756 H) dalam kitabnya berjudul ‘Umdah al-Huffâzh .
30. Imam Mahmud ibn Ahmad al-Qunawi al-Hanafi yang dikenal dengan sebutan Ibn as-Siraj (w 770 H) dalam kitab karyanya berjudul al-Qalâ-id Fî Syarh al-‘Aqâ-id .
31. Imam al-Lughawiy Majduddin Muhammad ibn Ya’qub al-Fairuz Abadi (w 817 H) dalam kitabnya Bashâ-ir Dzawî at-Tamyîz .
32. Imam Taqiyyuddin al-Hushni (w 829 H) dalam kitab karyanya sebagai bantahan atas Ibn Taimiyah dan para pengikutnya, berjudul Daf’u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad Wa Nasaba Dzâlika Ilâ Imam Ahmad .
33. Imam al-Faqîh al-Ushûliy Kamaluddin Muhammad ibn Abd al-Wahid al-Hanafi al-Hanafi yang dikenal dengan nama Ibn al-Humam (w 861 H) dalam kitab al-Musâyarah .
34. Imam Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiji (w 879 H), salah seorang guru dari al-Hâfizh as-Suyuthi, dalam kitab karyanya berjudul at-Taisîr Fî Qawâ-id ‘Ilm at-Tafsîr .
35. Imam al-Hâfizh Jalaluddin as-Suyuthi (w 911 H) dalam kitab karyanya berjudul al-Kanz al-Madfûn Wa al-Fulk al-Masyhûn. Beliau mengatakan bahwa penyebutan arsy secara khusus karena ia adalah makhluk Allah yang paling besar bentuknya. Dengan demikian bila yang paling besar berada di bawah kekuasaan Allah maka secara otomatis yang lebih kecil dari pada arsy juga berada di bawah kekuasaan-Nya .
36. asy-Syaikh Syihabuddin Ahmad ibn Muhammad al-Qasthallani asy-Syafi’i (w 923 H) dalam kitab Irsyâd as-Sârî Bi Syarh Shahîh al-Bukhâri .
37. asy-Syaikh Zakariyya ibn Muhammad al-Anshari al-Mishri asy-Syafi’i (w 926 H) sebagaimana ia sebutkan dalam kitabnya berjudul Ghâyah al-Wushûl Syrah Lubb al-Wushûl .
38. Imam al-Mufassir Muhammad ibn Musthafa al-Hanafi yang dikenal dengan sebutan Syaikh Zadah (w 951 H) dalam kitab hâsyiah atas Tafsîr al-Baidlâwi .
39. asy-Syaikh Yusuf ibn Abdillah al-Armayuni asy-Syafi’i (w 958 H) dalam karyanya berjudul al-Qawl al-Mu’tamad .
40. al-Mufassir al-Qâdlî asy-Syaikh Abu as-Su’ud Muhammad ibn Muhammad al-Imadi al-Hanafi (w 982 H) dalam kitab tafsirnya, Irsyâd al-‘Aql as-Salîm .
41. al-Mufassir asy-Syaikh Sulaiman ibn Umar asy-Syafi’i yang lebih dikenal dengan sebutan al-Jamal (w 1204 H) dalam kitab tafsirnya berjudul al-Futûhât al-Ilâhiyyah, yang dikenal dengan sebutan Tafsir al-Jamal. Kitab tafsir hâsyiyah atas tafsir al-Jalalain .
42. Imam al-Hâfizh al-Lughawiy Muhammad Murtadla az-Zabidi al-Hanafi (w 1205 H) dalam kitab karyanya Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn Bi Syarh Ihyâ’ Ulûmiddîn .
43. asy-Syaikh Muhammad ath-Thayyib ibn Abd al-Majid yang lebih dikenal dengan nama Ibn Kairan al-Maliki (w 1227 H) dalam karyanya berjudul al-Mursyid al-Mu’în ‘Alâ adl-Dlaruriyy Min ‘Ilm ad-Dîn .
44. asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad ibn Darwisy al-Hut al-Bairuti (w 1276 H) dalam ad-Durrah al-Bahiyyah Fi Tauhîd Rabb al-Bariyyah .
45. asy-Syaikh Mahfuzh at-Tarmasi (w 1285 H), salah seorang ulama Indonesia terkemuka berasal dari Termas Jawa Timur dalam kitab karyanya Mawhibah Dzî al-Fadll .
46. asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi (w 1315 H), salah seorang ulama Indonesia yang sangat mendunia dalam ilmu-ilmu Islam hingga memiliki gelar Sayyid ‘Ulamâ’ al-Hijâz, dalam kitab tafsir karyanya berjuduh Marah Labid atau lebih dikenal dengan sebutan at-Tafsîr al-Munîr .
47. al-Muhaddits Muhammad Zahid al-Kautsari (w 1371 H) dalam banyak tulisan ta’liqât-nya, salah satunya dalam ta’liq beliau terhadap kitab al-Asmâ’ Wa ash-Shifât karya al-Hâfizh al-Bayhaqi . Juga dalam salah satu karyanya berjudul Takmilah ar-Radd ‘Alâ Nuniyyah Ibn al-Qayyim, kitab perluasan atas karya Al-Hâfizh Taqiyyuddin as-Subki yang berjudul as-Sayf ash-Shaqîl Fî ar-Radd ‘Alâ Ibn Zafîl, sebagai bantahan atas kesesatan Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah .
48. Syaikh al-Azhar al-Ustâdz asy-Syaikh Salim al-Bisyri dalam banyak fatwa-fatwa, sebagaimana banyak dikutip oleh asy-Syaikh Salamah al-Uzami (w 1376 H) dalam kitabnya Furqân al-Qur’ân Fî Tamyîz al-Khâliq Min al-Akwân .
49. asy-Syaikh Abd al-Majid asy-Syarnubi al-Mishri al-Azhari al-Maliki dalam syarah-nya atas kitab Tâiyyah as-Sulûk Ilâ Ta’iyyah al-Mulûk .
50. asy-Syaikh Ibrahim ibn Muhammad al-Baijuri dalam kitab karyanya berjudul Tuhfah al-Murîd Syarh Jawharah at-Tauhîd. Kitab penjelasan terhadap Jawharah at-Tauhîd karya asy-Syaikh Ibrahim al-Laqani .
51. asy-Syaikh Muhammad Abd al-Azhim az-Zurqani (w 1367 H), salah seorang dosen terkemuka dalam ‘Ulûm al-Qur’ân Wa al-Hadits pada kuliah Ushuluddin al-Azhar Mesir, dalam kitab karyanya berjudul Manâhil al-‘Irfân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Kitab tentang ‘Ulûm al-Qur’ân yang diterbitkan dengan rekomendasi majelis ulama al-Azhar .
52. asy-Syaikh Abd al-Karim Muhammad, salah seorang ulama besar di masjid Jami’ al-Ahmadi dan pengajar di sekolah al-Hadlrah al-Kailaniyyah di Baghdad dalam kitab karyanya berjudul al-Wasîlah Fî Syarh al-Fadlîlah. Kitab penjelasan atas kitab al-Fadlilah karya asy-Syaikh Abdul Rahman al-Kurdi .
53. asy-Syaikh Husain Abd ar-Rahim Makki dalam Mudzakkirât at-Tauhîd. Kitab tauhid yang direkomendasi oleh al-Azhar Mesir .
54. asy-Syaikh Salamah al-Qudla’i al-‘Uzami (w 1376 H) dalam karyanya berjudul al-Barâhîn as-Sâthi’ah .
55. asy-Syaikh Thahir ibn Muhammad al-Jaza’iri ad-Damasyqi (w 1338 H) dalam risalah tauhidnya berjudul al-Jawâhir al-Kalâmiyyah .
56. al-Muhaddits al-Lughawiy Imam Abu Abdul Rahman Abdullah ibn Muhammad ibn Yusuf al-Harari yang dikenal dengan sebutan al-Habasyi dalam banyak karyanya, seperti al-Maqâlât as-Sunniyyah Fî Kasyf Dlalâlât Ahmad Ibn Taimiyah, Sharih al-Bayân Fî ar-Radd ‘Alâ Man Khâlaf al-Qur’ân, dan Izh-hâr al-‘Aqîdah as-Sunniyyah Bi Syarh al-‘Aqîdah ath-Thahâwiyyah. Dalam karyanya yang terakhir disebutkan, beliau menuliskan sebagai berikut: “Dengan demikian dapat pahami bahwa makna al-Istiwâ’ adalah al-Qahr dan al-Istîlâ’. Karena makna ini adalah makna yang paling bagus dan paling mulia dari makna-makna al-Istiwâ’, dan makna yang sesuai bagi keagungan Allah .
Tiada ulasan:
Catat Ulasan